Menyoal Pembangunan GSW

Menyoal Pembangunan GSW
Rencana Presiden Prabowo Subianto membangun tanggul laut raksasa atau giant sea wall (GSW) di pesisir utara Pulau Jawa. (Foto: Antara)

Kita bangun tembok laut, tapi lupa tanah terus turun. Banjir bukan sekadar soal air—tapi soal air tanah, sungai yang rusak, dan kebijakan yang abai. Tanpa membenahi akar, tembok hanya menunda tenggelamnya harapan (red.)


Scholariumlp3es.com

Pada penutupan International Conference beberapa hari yang lalu, Presiden Prabowo mengatakan bahwa pembangunan Giant Sea Wall (GSW) di sepanjang Pantura Jawa harus segera dimulai.

Hal tersebut perlu dilakukan dengan alasan untuk menyelamatkan Kota Jakarta dan kota-kota lain di Pantura Jawa, dari Serang hingga Gresik, karena ancaman banjir yang semakin meningkat. Kota-kota di Pantura tersebut saat ini diketahui sebagai pusat aktivitas ekonomi berbasis industri. Jika kota-kota tersebut “tenggelam”, maka hal ini akan berdampak sangat negatif terhadap perekonomian nasional.

MENYOAL PEMBANGUNAN GSWInfografis Fufufafa Kartu Truf. (Foto: Instagram @scholariumco)
Infografis Fufufafa Kartu Truf. (Foto: Instagram @scholariumco)

Pantura Tenggelam

Ancaman tenggelamnya kawasan Pantura semakin nyata, tidak hanya saat musim hujan yang menyebabkan banjir, tetapi juga ketika musim kemarau akibat naiknya air laut ke daratan (air rob). Menurut Menteri Lingkungan Hidup RI, Hanif, fenomena meningkatnya banjir rob di Pantura disebabkan oleh penurunan muka tanah di Jakarta Utara yang mencapai sekitar 39 cm per tahun. Kondisi serupa juga terjadi di kota-kota lain seperti Semarang, Pekalongan, hingga Gresik.

Menurut Edi P. Utomo, peneliti BRIN (2022), terdapat tiga penyebab utama turunnya muka lahan, yaitu: (1) ekstraksi air tanah yang berlebihan; (2) beban bangunan dan infrastruktur; serta (3) kondisi alamiah tanah.

Di lain pihak, selain faktor penurunan muka lahan (land subsidence), ancaman tenggelamnya kota-kota di Pantura juga disebabkan oleh kenaikan muka air laut yang diperkirakan mencapai 90–120 cm hingga tahun 2100.

Berdasarkan informasi dari Journal of Geophysical Research Vol. 49, April 2022, diketahui bahwa di antara beberapa kota di Asia, kenaikan muka air laut di Kota Semarang mencapai sekitar 3,96 cm per tahun, lebih tinggi dibandingkan Jakarta yang sebesar 3,4 cm per tahun. Kenaikan tertinggi tercatat di Kota Tianjin, Tiongkok, yaitu sebesar 5,32 cm per tahun.

Dengan demikian, ancaman tenggelamnya kota-kota di Pantura disebabkan oleh dua faktor utama: penurunan muka lahan dan kenaikan muka air laut.

MENYOAL PEMBANGUNAN GSWVideo Reels Dapur Bu Nur (Foto: Instagram @scholariumco)
Video Reels Dapur Bu Nur (Foto: Instagram @scholariumco)

Cukupkah GSW?

Upaya membangun Tembok Laut Raksasa (Giant Sea Wall/GSW) merupakan langkah yang bersifat paradoks. Mengapa? Karena meskipun menelan biaya yang sangat besar, termasuk dari dana utang, pembangunan GSW saja tidak akan menyelesaikan ancaman tenggelamnya kota-kota di Pantura.

Also Read: MANHAJ PESANTREN

Penanganan utama seharusnya difokuskan pada upaya menghentikan penurunan muka lahan (land subsidence), salah satunya dengan melarang ekstraksi air tanah untuk keperluan konsumsi maupun industri.

Pemerintah pusat dan daerah mutlak perlu meningkatkan kualitas dan ketersediaan air permukaan dengan cara memperbaiki kondisi sungai serta daerah aliran sungai (DAS) yang rusak. Langkah ini bertujuan agar air permukaan dapat menjadi sumber air baku yang layak untuk kebutuhan rumah tangga dan industri.

Program konservasi sumber daya air serta pengendalian daya rusak air juga harus mendapatkan perhatian serius. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu lagi mengekstraksi air tanah, yang pada akhirnya akan mencegah terjadinya penurunan muka tanah.

Jika land subsidence terus dibiarkan dan pemerintah hanya fokus membangun GSW, dikhawatirkan bangunan tersebut akan cepat mengalami kerusakan atau bahkan patah, karena tanah di bawahnya terus bergerak.

Sementara itu, upaya mengatasi kenaikan muka air laut harus menjadi agenda besar bersama masyarakat internasional, dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara lebih serius dan terukur.

Ingat, Pak Presiden, upaya mencegah tenggelamnya Pantura Jawa tidak cukup hanya dengan membangun Tembok Laut Raksasa. Langkah tersebut harus disertai dengan pembatasan ekstraksi air tanah secara ketat dan serius. Selain itu, pengelolaan sungai perlu dibenahi melalui perbaikan kondisi sungai dan daerah aliran sungai (DAS), dari hulu hingga hilir, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.


Kang Dedi Mulyadi (KDM) Reinkarnasi Jokowi ? | LP3ES PERSPEKTIF

Author

Penggiat pengelolaan SDA dan pengurus LP3ES

You might also like
Ketidakjujuran Politik: Runtuhnya Pilar Negara

Ketidakjujuran Politik: Runtuhnya Pilar Negara

Teologi Sampah: Krisis Spiritual di Balik Konsumsi

Teologi Sampah: Krisis Spiritual di Balik Konsumsi

MANHAJ PESANTREN

MANHAJ PESANTREN