Ekstraksi Nilai Lebih dalam Ekonomi Mikro: Perspektif Marxis

Ekstraksi Nilai Lebih dalam Ekonomi Mikro: Perspektif Marxis
Perempuan sedang membuat pakaian di sebuah pabrik tekstil di Addis Ababa, Ethiopia. (Foto: bbc.com)

Di balik gaji dan jam kerja, ada logika tersembunyi yang bikin sistem ekonomi terus berputar, dan kita jadi bagian darinya. Ernst Mandel ngajak kita ngelihat kapitalisme dari ruang paling kecil: tempat kerja. Di sanalah “nilai lebih” diciptakan, diekstraksi, dan disamarkan lewat kata “efisiensi.” Tapi… efisien buat siapa? (red.)


Scholariumlp3es.com

Dalam kajian ekonomi Marxis—meski tidak selalu dinyatakan secara eksplisit—Ernst Mandel dianggap memberikan kontribusi penting dengan menekankan bahwa analisis ekonomi tidak semestinya berhenti pada tataran makro. Kita perlu menelisik lapisan mikro, tempat kapitalisme bekerja secara nyata. Perusahaan-perusahaan perorangan dan ruang kerja bukan hanya sekadar entitas produksi, melainkan unit fundamental di mana teori-teori inti Marx mewujud dalam praktik sehari-hari. Di ruang inilah proses produksi, distribusi, dan pertukaran berlangsung mengikuti logika kapitalisme, yaitu upaya tanpa henti mengekstraksi nilai lebih dari tenaga kerja (Mandel, 2002). Dengan menyoroti dimensi mikro, kita dapat memahami bahwa dinamika makroekonomi kapitalisme sejatinya lahir dari perilaku agregat unit-unit ekonomi kecil tersebut, yang masing-masing terlibat dalam persaingan ketat demi mempertahankan keberlangsungan dan meraih keunggulan kompetitif. Perspektif ini membuka ruang bagi pemahaman bahwa kapitalisme bukan sekadar sistem besar yang abstrak, tetapi jaringan relasi konkret yang dibentuk oleh praktik sehari-hari di tingkat mikro.

Ekstraksi Nilai Lebih dalam Ekonomi Mikro: Perspektif MarxisInfografis kolaborasi Ruangan FIlsafat dan Scholarium LP3ES. (Foto: @ruangan.filsafat, @scholariumco)
Infografis kolaborasi Ruangan FIlsafat dan Scholarium LP3ES. (Foto: @ruangan.filsafat, @scholariumco)

Perusahaan Perorangan sebagai Arena Produksi Nilai Lebih

Dalam pandangan Ernst Mandel, perusahaan perorangan dapat dipahami sebagai arena utama, tempat proses eksploitasi kapitalis berlangsung secara konkret, melalui mekanisme pembelian dan konsumsi tenaga kerja (Mandel, 2002). Pada tingkat ini, kapitalis tidak sekadar memperoleh hasil kerja, tetapi membeli tenaga kerja sebagai komoditas, dengan memberikan upah bukan berdasarkan nilai aktual yang diciptakan pekerja, tetapi berdasarkan kapasitas mereka untuk bekerja.

Dengan kata lain, pekerja dibayar atas kemampuan potensialnya untuk menghasilkan nilai, bukan atas nilai penuh yang secara nyata ia hasilkan di dalam proses produksi. Di sinilah fondasi ekonomi mikro dari produksi kapitalis dapat dilihat, yakni dalam hubungan antara kapitalis dan pekerja.

Dalam hubungan ini, pekerja hanya menerima bayaran setara dengan nilai yang diperlukan untuk mereproduksi tenaga kerjanya, yaitu nilai yang cukup untuk memenuhi kebutuhan subsisten agar dapat kembali bekerja keesokan harinya (reproduksi tenaga kerja). Namun dalam praktiknya, pekerja menghasilkan nilai yang jauh melebihi biaya kebutuhan subsistennya. Selisih inilah yang kemudian menjadi sumber nilai lebih—surplus value—yang diambil oleh kapitalis sebagai bentuk keuntungan.

Dalam analisis Marx, terdapat mekanisme pembagian hari kerja ke dalam dua bagian utama. Pertama, necessary labor time, yakni rata-rata waktu sosial yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu komoditas dalam kondisi produksi normal, dengan tingkat teknologi, keterampilan pekerja, dan produktivitas yang berlaku umum dalam masyarakat. Kedua, surplus labor time, yaitu periode ketika pekerja tetap menghasilkan nilai tambah yang melebihi nilai upahnya. Nilai lebih ini tidak dinikmati oleh pekerja, melainkan diambil dan dikuasai oleh kapitalis (Marx, 2019).

Pada tingkat mikro, setiap perusahaan atau tempat kerja perorangan berfungsi sebagai ruang nyata yang mewujudkan pembagian temporal tersebut dalam proses produksi yang konkret. Karena itu, perusahaan perorangan tidak dapat dipandang semata sebagai unit ekonomi yang netral, melainkan sebagai arena tempat logika kapitalisme—eksploitasi dan ekstraksi nilai lebih—dijalankan serta direproduksi secara terus-menerus.

Ekstraksi Nilai Lebih dalam Ekonomi Mikro: Perspektif MarxisInfografis kolaborasi Ruangan FIlsafat dan Scholarium LP3ES. (Foto: @ruangan.filsafat, @scholariumco)
Infografis kolaborasi Ruangan FIlsafat dan Scholarium LP3ES. (Foto: @ruangan.filsafat, @scholariumco)

Efisiensi atau Ekstensifikasi Eksploitasi?

Perusahaan perorangan senantiasa berupaya memperoleh laba surplus, yaitu keuntungan yang melampaui tingkat rata-rata, terutama melalui inovasi teknologi dan penerapan metode produksi yang lebih efisien. Perusahaan yang mampu mencapai produktivitas di atas rata-rata dapat menjual komoditas sesuai dengan harga pasar, sementara biaya produksinya tetap berada di bawah rata-rata. Dengan cara ini, kapitalis berhasil mengumpulkan surplus yang tidak dapat dicapai oleh perusahaan lain yang masih beroperasi pada tingkat produktivitas rata-rata.

Dinamika ini mendorong proses perubahan teknologi yang berlangsung terus-menerus. Mandel (2002) menegaskan bahwa strategi produksi kapitalisme selalu berangkat dari dorongan setiap perusahaan untuk melampaui produktivitas rata-rata nasional demi meraih surplus. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan berupaya mengurangi waktu kerja yang diperlukan secara sosial (necessary labor time) baik melalui penggunaan mesin yang lebih efisien, pengorganisasian proses produksi yang lebih rasional, maupun pemanfaatan tenaga kerja lintas negara yang lebih murah sebagai bentuk eksploitasi transnasional.

Pada saat yang sama, kita dapat melihat dinamika perubahan dalam komposisi organik kapital, yaitu perbandingan antara kapital konstan (seperti mesin dan bahan baku) dengan kapital variabel (tenaga kerja). Dorongan untuk meraih keunggulan kompetitif membuat perusahaan terus berinvestasi pada teknologi yang mampu menekan pengeluaran di sektor kapital variabel. Akibatnya, komposisi organik kapital di perusahaan perorangan meningkat secara signifikan.

Namun, peningkatan ini membawa konsekuensi penting terhadap bentuk dan intensitas eksploitasi. Semakin besar porsi kapital konstan, semakin besar pula tekanan bagi kapitalis untuk memaksimalkan hasil dari kapital variabel yang tersisa. Dalam praktiknya, hal ini mendorong perusahaan memperpanjang jam kerja, meningkatkan intensitas produksi, atau bahkan menurunkan upah hingga berada di bawah nilai tenaga kerja. Dengan demikian, perusahaan perorangan bukan hanya menjadi arena inovasi teknologi dan pencarian surplus value, tetapi juga ruang konkret tempat eksploitasi kapitalis diperluas dan dimodifikasi demi menjaga keberlangsungan profitabilitas.

Ekstraksi Nilai Lebih dalam Ekonomi Mikro: Perspektif MarxisInfografis Scholarium LP3ES. (Foto: @scholariumco)
Infografis Scholarium LP3ES. (Foto: @scholariumco)

Komodifikasi Pekerja

Dalam kerangka analisis ekonomi mikro, perusahaan perorangan memperlakukan tenaga kerja sebagai kapital variabel, yaitu komoditas yang memiliki sifat unik dibandingkan kapital konstan seperti mesin atau bahan baku. Nilai dari kapital konstan hanya dapat ditransfer ke dalam produk akhir, sedangkan tenaga kerja mampu menciptakan nilai baru yang melebihi biaya produksinya. Perbedaan inilah yang menjadikan tenaga kerja sebagai sumber utama nilai lebih dalam produksi kapitalis.

Pada tingkat perusahaan, kondisi ini menciptakan legitimasi bagi kapitalis untuk mengintensifkan proses kerja, memperpanjang jam kerja, serta menerapkan teknik manajemen yang dirancang untuk mengekstraksi nilai maksimum dari setiap unit tenaga kerja yang dibeli. Dorongan ini berkaitan erat dengan perkembangan historis Taylorisme dan berbagai mekanisme kontrol buruh lainnya yang muncul sebagai respons terhadap perlawanan kelas pekerja terhadap eksploitasi (Taylor, 2004). Dari sini terlihat bahwa rasionalitas kapitalis di tingkat mikro menyimpan kontradiksi mendasar ketika ditinjau dari perspektif sosial yang lebih luas.

Apa yang tampak sebagai strategi rasional bagi perusahaan perorangan dalam mengejar keuntungan justru dapat menimbulkan konsekuensi yang merusak bagi keseluruhan sistem. Setiap perusahaan berupaya memaksimalkan laba melalui inovasi teknologi dan penghematan tenaga kerja, tetapi dorongan yang tampak efisien di tingkat mikro ini justru menyumbang pada akumulasi kontradiksi di tingkat makro, seperti kelebihan produksi, degradasi lingkungan, serta penghapusan tenaga kerja hidup yang sejatinya menjadi sumber nilai.

Bagi kapitalis, investasi pada teknologi yang mampu mengurangi kebutuhan tenaga kerja merupakan langkah rasional untuk menekan biaya produksi dan memperoleh keunggulan kompetitif. Namun, ketika logika ini digeneralisasi ke seluruh sektor ekonomi, hasil akhirnya adalah kecenderungan penurunan tingkat keuntungan secara keseluruhan. Dengan kata lain, sebagaimana dikemukakan Adam Smith (1937), setiap individu bertindak secara rasional; tetapi, jika dilihat melalui perspektif marxisme, rasionalitas yang diandaikan sistem kapitalisme justru melahirkan irasionalitas pada tingkat sosial, yang membuka jalan bagi munculnya krisis sistemik.

Kesimpulan

Kita dapat menyimpulkan bahwa perusahaan perorangan dan tempat kerja merupakan arena fundamental bagi beroperasinya logika kapitalisme. Di ruang inilah tenaga kerja diperlakukan sebagai kapital variabel yang berbeda dari kapital konstan, karena kemampuannya menciptakan nilai baru yang melebihi biaya reproduksinya. Melalui mekanisme ini, terbentuk pembagian waktu kerja antara necessary labor time dan surplus labor time, yang menjadi dasar eksploitasi kapitalis dalam proses produksi.

Dengan demikian, dinamika kapitalisme di tingkat makro sejatinya berakar pada relasi konkret antara kapital dan tenaga kerja di tingkat mikro, tempat nilai lebih diciptakan, diekstraksi, dan direproduksi secara terus-menerus.

Upaya kapitalis untuk memperoleh surplus melalui inovasi teknologi dan peningkatan efisiensi secara terus-menerus mendorong dinamika perubahan teknologi yang berkelanjutan. Namun, kecenderungan peningkatan komposisi organik kapital justru memperdalam intensitas eksploitasi, sebab kapitalis harus memaksimalkan output dari jumlah tenaga kerja yang semakin berkurang. Dalam konteks ini, perusahaan cenderung memperpanjang jam kerja, meningkatkan ritme dan intensitas produksi, atau menekan upah pekerja, sehingga proses eksploitasi tidak hanya dipertahankan, tetapi juga diperluas dan dimodifikasi sesuai dengan tuntutan akumulasi kapital.

Dalam kerangka ini, tampak jelas kontradiksi mendasar antara rasionalitas di tingkat individu dengan konsekuensi di tingkat sosial. Apa yang tampak rasional bagi perusahaan perorangan dalam mengejar keuntungan—melalui efisiensi tenaga kerja dan inovasi teknologi—justru memunculkan kecenderungan krisis pada tingkat sistemik. Fenomena kelebihan produksi, degradasi lingkungan, dan penurunan tingkat keuntungan secara keseluruhan menunjukkan bahwa kapitalisme bukan sekadar sistem ekonomi yang efisien, melainkan struktur yang secara inheren kontradiktif: sistem yang menumbuhkan kemajuan sekaligus mereproduksi ketidakstabilan. Dengan demikian, analisis Mandel menegaskan bahwa dinamika makroekonomi kapitalisme hanya dapat dipahami dengan menelisik fondasi mikro tempat logika eksploitasi dan kompetisi kapitalis dijalankan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.


Audit MBG Demi Keselamatan Publik | LP3ES PERSPEKTIF

Author

  • Angga Pratama

    Seorang Penulis, pendiri Ruangan Filsafat, dan terlibat di LSF Odyssey

Seorang Penulis, pendiri Ruangan Filsafat, dan terlibat di LSF Odyssey

You might also like
Keinsyafan Kuantum: Pilihan Sejarah Generasi Muda(h)

Keinsyafan Kuantum: Pilihan Sejarah Generasi Muda(h)

Cincin Kekuasaan dan Martabat Manusia: Sebuah Refleksi Politik Simbolik

Cincin Kekuasaan dan Martabat Manusia: Sebuah Refleksi Politik Simbolik

Membongkar Identitas “Koboy” Purbaya

Membongkar Identitas “Koboy” Purbaya

Deepfake Porn Di Era Etika Digital

Deepfake Porn Di Era Etika Digital

Corak Sentralisasi Pemerintahan Prabowo

Corak Sentralisasi Pemerintahan Prabowo

Dengung Hantu Asing yang Merusak Demokrasi

Dengung Hantu Asing yang Merusak Demokrasi